Rabu, 24 Januari 2018

PERENCANAAN BENDUNG

Muhammad Isra Maulana
14315671
3TA05
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia merupakan negara agraris, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani. Sehingga sangat dibutuhkan sistem irigasi yang tepat guna agar penyediaan air di sawah terpenuhi dan dapat meningkatkan produksi pertanian. Pola tata tanam yang tepat juga mutlak dibutuhkan sesuai dengan kondisi iklim dan geologi yang ada.
Kebutuhan air di sawah (dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/Ha), ditentukan oleh faktor-faktor:
a. Penyiapan lahan
b. Penggunaan air konsumtif
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman:
  1. Topografi
Lahan yang miring membutuhkan air lebih banyak dari pada lahan yang datar, karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang mengalami infiltrasi, sehingga kehilangan air lebih besar.
  1. Hidrologi
Makin besar curah hujan maka makin sedikit kebutuhan air tanaman, karena hujan efektif akan menjadi besar.
  1. Klimatologi
Digunakan untuk rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan evapotransportasi.
  1. Tekstur Tanah
Tanah yang baik untuk pertanian ialah tanah yang mudah dikerjakan dan bersifat produktif yaitu tanah yang memberi kesempatan pada akar tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjamin sirkulasi air dan udara, serta baik pada zona perakaran dan secara relative memiliki persediaan hara dan kelembaban yang cukup.
Dalam tugas besar ini, selain merencanakan kebutuhan air irigasi kami juga merencanakan jaringan irigasi serta bangunan utama irigasi dan komponen pelengkapnya.

1.2  Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan tugas besar ini antara lain:
1.      Mengetahui kebutuhan air untuk irigasi
2.      Mengetahui dimensi saluran yang diperlukan
3.      Dapat mendesain bendung beserta komponen-komponen pelengkapnya
4.      Mengetahui kestabilan bendung yang direncanakan dalam keadaan normal dan banjir serta pada kondisi gempa

 BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan skala final proyek yaitu dengan jalan melakukan analisis sumber air untuk keperluan irigasi. Kebututuhan air meliputi masalah persediaan air, baik air permukaan maupun air bawah tanah, begitu pula masalah manajemen dan ekonomi proyek irigasi. Kebutuhan air telah menjadi faktor yang sangat penting dalam memilih keputusan tentang perbedaan pendapat dalam sistem sungai utama dimana kesejahteraan masyarakat dari lembah, negara, dan bangsa tercakup. Sebelum sumber air dari suatu daerah aliran di daerah kering dan setengah kering dapat ditentukan secara memuaskan, pertimbangan yang hati-hati harus dicurahkan kepada kebutuhan air (consumptive use) pada berbagai sub aliran.

2.1.1 Evaporasi
Perlu diketahui Evaporasi adalah suatu peristiwa perubahan air menjadi uap air. Laju evaporasi dipengaruhi oleh lamanya penyinaran matahari, angin, kelembapan udara, dan lain-lain. Evaporasi meliputi perpindahan massa fluida dari permukaan fluida kedalam atmosfir dan sesuai dengan hal itu akan diharapkan mengikuti hukum penyebaran massa seperti dibahas dalam pasal 1.5. sehingga persamaan dasar diharapkan adalah dalam bentuk:
E= -k
Dimana E adalah besarnya evaporasi , e adalah tekanan uap (menunjukkan pemusatan massa fluida dalam udara),  z adalah jarak tegak dan adalah koefisien perpindahan. Kecuali kasus yang jarang tentang  keadaan atmosfir yang sangat stabil  dibawah mana tidak terdapat turbulensi, koefisien perpindahan tergantung dari keadaan atmosfir, seperti kecepatan angin, tekanan, energi dari matahari, kepekaan dengan mana air tersebut dipanaskan, dan lain-lain. Tekanan uap tergantung dari temperatur kelembaban relative dan kadar garam. Bentuk yang paling sederhana dari persamaan diatas yang bisa disebut hukum Dalton.
E= k
Dimana ew adalah tekanan uap basah sehubungan dengan temperatur permukaan air, eadalah tekanan uap dari udara diatas permukaan air dan  adalah ketebalan dari lapisan film yang tipis pada permukaan diatas mana tekanan uap diharapkan berubah dari eke e .  sering diserap kedalam koefisien perpindahan untuk menyatakan.
E= b
Kesulitan yang praktis terletak dalam penentuan faktor b. Percobaan terkendali (model) dengan menggunakan standart panci evaporasi biasanya berdaya guna untuk menetapkan persamaan diatas dari segi keadan atmosfir. Panci yang diisi dengan air didirikan diatas tanah atau pada permukaan waduk dan perubahan ketinggian pada panci diukur dengan teratur secara bersama-sama denga kecepatan angin, temperatur atmosfir dan temperatur air. Bentuk yang telah diubah dari beberapa hasil yang diperoleh dari percobaan panci dinyatakan dalam daftar dibawah ini.
1.      Diusulkan oleh Morton
E= 42.4(0.6+0.1 )
2.      Diusulkan oleh Rohwer
E= 0.0771(1.465-0.000733p)(0.44+0.118m)
3.      Diusulkan oleh Horton
E= 0.04[{2-exp(0.2m)} ]
4.      Rumus lainnya (Penman)
E= 0.035(1+0.24 ) (padang rumput)
Dan
E= 0.050(1+0.24 ) (dari permukaan air)

Dalam semua uraian, E diukur dalam  cm per hari, m adalah kecepatan angin dalam mil per jam dalam ketinggian disekeliling panci, p adalah tinggi tekanan atmosfer dalam m merkuri,   berturut-turut adalah tekanan uap air dalam permukaan dan tekanan udara dalam mm merkuri, dan adalah tekanan uap air pada titik embun juga dalam mm merkuri,  dalam rumus Penman adalah tekanan uap air jenuh sehubungan dengan temperatur udara.
Dimana diketahui pada rumus evaporasi panci untuk menentukan evaporasi dari volume air alami yang besar, dibatasi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:
1.        Kenyataan bahwa perpindahan panas dari suatu volume air yang kecil pada panci tertentu adalah berbeda dari suatu volume air yang besar (kira-kira 0.7 untuk panci tanah dan 0.8 untuk panci terapung) biasanya diperkenalkan apabila rumus panci digunakan pada volume air yang sedang dan besar.
2.      Sifat dan ukuran dari permukaan yang terbuka yang mempunyai pengaruh yang berarti pada bersanya evaporasi. Besarnya evaporasi tidak dapat sebanding dengan luas panci untuk sisi dinding, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain
3.      Pengaruh gelombang, riak dan gangguan-gangguan lainnya yang mempengaruhi perlapisan panas dan ketidak stabilan berat jenis;
4.      Perbedaan dalam ketinggian, pada kecepatan angin, temperatur dan jumlah atmosfer lainnya diukur.



BAB IV
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

4.1. Teori Dasar
            Jaringan irigasi terdiri dari petak-petak tersier, sekunder dan primer yang berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit.
            Petak tanah yang memperoleh air irigasi adalah petak irigasi. Sedangkan kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan yang mendapat air irigasi melalui saluran tersier yang sama disebut petak tersier. Petak tersier menduduki menduduki fungsi sentral, luasnya sekitar 50-100 Ha, kadang-kadang sampai 150 Ha. Pemberian air pada petak tersier diserahkan pada petani. Jaringan yang mengalirkan air ke sawah disebut saluran tersier dan kuarter.
            Untuk membawa air dari sumbernya hingga ke petak sawah diperlukan saluran pembawa. Saluran-saluran ini terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Dengan saluran pembuang, air tidak tergenang pada petak sawah sehingga tidak berakibat buruk. Kelebihan air ditampung  dalam suatu saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang primer.
            Jaringan irigasi dengan pembuang dipisahkan sehingga keduanya berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal-hal khusus dibuat sistem tabungan saluran  pembawa dan pembuang. Keuntungan sistem gabungan adalah pemanfaatan air lebih ekonomis dan biaya lebih murah. Kelemahannya adalah saluran semacam ini lebih sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata.
            Saluran-saluran dapat dilengkapi bermacam-macam bangunan yang berfungsi untuk mempermudah pengaturan air yang berada pada saluran yang lebih kecil atau pada petak sawah.


Pada jaringan irigasi terdapat bangunan-bangunan pelengkap yang terdiri dari:
  • Tanggul-tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari banjir. Biasanya dibangun disepanjang tepi sungai sebelah hulu bendung atau sepanjang saluran primer.
  • Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (pada sipon atau gorong-gorong)
  • Jembatan dan jalan penghubung dari desa untuk keperluan penduduk.

Selain bagunan utama dan pelengkap terdapat bangunan pengontrol yang terdiri dari bangunan bagi, sadap, bagi sadap, bangunan terjun, talang, got miring.
Sebelum diambil keputusan, terlebih dahulu dicek apakah apakah daerah ini tidak mungkin diari selamanya atau hanya untuk sementara saja. Jika sudah pasti tidak bisa ditanami, daerah ditandai pada peta. Daerah semacam ini dapat digunakan sebagai pemukiman, pedesaan, dan daerah lai selain persawahan/perkebunan.
Dalam pembagian petak tersier dan kuarter harus diperhatikan keadaan lapangan dan batas-batas alam yang ada misalnya saluran-saluran lama, sungai, jalan raya, kereta api dan sebagainya. Perencanaan jaringan irigasi mempertimbangkan faktor-faktor seperti medan lapangan, ketersediaan air dan lain-lain. Sebelum merencanakan suatu daerah irigasi terlebih dahulu harus diadakan penyelidikan mengenai jenis-jenis tanah pertanian yang akan dikembangkan, bagian yang akan dilewati jaringan irigasi (kontur, sungai, desa, dan lainnya). Keseluruhan proses tersebut harus mempertimbangkan faktor ekonomis dan dampak setelah serta sebelum pelaksanaan proyek.
Dasar tiap-tiap sistem adalah membawa air irigasi ke tempat yang mungkin diairi. Daerah yang tidak dapat diari dapat digunakan sebagai daerah non persawahan misalnya perumaha. Sistem yang direncanakan harus mudah dimengerti dan memperhatikan faktor pemberian air  serta pemanfaatan daerah yang lebih efektif. Data yang dibutuhkan untuk daerah perencanaan daerah irigasi adalah keadaan topografi, gambaran perencanaan atau  pelaksanaan jaringan utama, kondisi hidrometeorologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi atau pembuangan, serta daerah-daerah tergenang atau kering.
Saluran irigasi direncanakan dengan mempertimbangkan garis kontur, sistem irigasi menggunakan sistem grafitasi, yaitu air mengalir karena gaya tarik bumi dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai contoh, saluran pembawa biasanya dibuat sejajar searah dengan kontur yang akan mengalirkan air dari puncak bagian atas menuju ke bawah melalui lembah kontur.

4.2. Gambaran Daerah Rencana 
            Sistem jaringan irigasi yang akan direncanakan digambar terlebih dahulu. Hal penting dalam penggambaran adalah pengetahuan tentang peta. Degan pertolongan peta dapat diketahui daerah irigasi rencana, letak tempat-tempat, jalan kereta, aliran sungai dan lain-lain. Tahapan dalam perencanaan adalah pendahuluan dan tahap perencanaan akhir.
            Dalam peta tergambar garis kontur daerah ini. Dari garis kontur terlihat bahwa topografi daerah tidak terlalu datar. Pada beberapa daerah terdapat cekungan-cekungan  dan bukit-bukit. Elevasi tertinggi adalah 110 dan elevasi terendah adalah 92,5. Pada daerah ini terdapat satu sungai besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air pada daerah irigasi. Daerah tepi sungai adalah daerah yang potensial untuk daerah persawahan sehingga darah ini sebagian besar digunakan untuk petak tersier. Jenis tanah daerah ini adalah loam yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman. Petak yang diambil sebagai percontohan adalah petak tersier.

4.3. Lay Out Jaringan Irigasi
            Lay Out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-bagian yang terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay Out Map. Lay Out Map berisi skema jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah mengetahui jaringan irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi meliputi luas, nama dan debit.

  • Bangunan utama (head work)
  • Sistem saluran pembawa (irigasi)
  • Sistem saluran pembuang (drainase)
  • Primer unit, sekunder unit, tersier unit.
  • Lokasi bangunan irigasi
  • Sistem jalan
  • Non irigated area (lading)
  • Non irigatable area (tidak dapat dialiri)
  •  Misalnya :
a)      daerah dataran tinggi
b)      rawa (daerah yang tergenang)

Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari bangunan utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa, yaitu saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
            Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik elevasi tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh dua buah sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran sekunder direncanakan melalui punggung kontur.
            Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran pembuang. Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air dari petak sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem  drainase adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan membuang kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.
Dasar perencanaan lahan untuk jaringan irigasi adalah unit tersier. Petak tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi yang mendapatkan air irigasi dari suatu bangunan sadap tersier dan dilayani suatu suatu jaringan tersier. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Lay Out tersier adalah :
·         Luas petak tersier
·         Batas-batas petak
·         Bentuk yang optimal
·         Kondisi medan
·         Jaringan irigasi yang ada
·         Eksploitasi jaringan

Batas-batas untuk perencanaan lahan untuk daerah irigasi
a.   Batas alam
    • Topografi (puncak gunung)
    • Sungai
    • Lembah
b.      Batas Administrasi

Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan peta topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambarangambaran muka tanah yang ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau dari foto udara. Peta tersebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :
  • Garis kontur dengan interval
  • Batas petak yang akan dicat
  • Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta bangunannya
  • Tata guna tanah administratif
Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan direncanakan. Topografi suatu daerah akan menentukan Lay 0ut serta konfigurasi yang paling efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out jaringan irigasi dan pembuang.



Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi :
  1. Medan terjal kemiringan tanah 2 %
Medan terjal dimasna tanahnya sedikit mengandung lempun rawan erosi karena aliran yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika kecepatan air pada saluran lebih batas ijin.hal ini menyebabkan berkurangnya debit air yang lewat, sehingga luas daerah yng dialiri berkurang. Lay Out untuk daerah semacam ini dibuat
dengan dua alternatif .
kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir satuan primer. Sepasang saluran tersier menggambil air dari saluran primer di kedua sisi saluran sekunder.
Saluran tersier pararel dengan saluran sekunder pada satu sisi dan memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi, melalui boks bagi kedua sisinya.
  1. Medan gelombang, kemiringan 0,25-2,3%
kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran sekunder yang akan merupakan batas petak tersier pada suatu sisi. Batas untuk sisi yang lainnya adalah saluran primer. Jika batas-batas alam atau desa tidak ada, batas alam bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuang. Umumnya saluran yang mengikuti lereng adalah saluran tersier. Biasanya saluran tanah dengan bangunan terjun di tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter akan memotong lereng tanpa bangunan terjun dan akan memberikan air karena bawah lereng. Kemungkinan juga untuk memberikan air ke arah melintang dari sawah satu ke sawah yang lain.
  1. Medan berombak, kemiringan tanahnya 0,25-2% umumnya kurang dari 1%
Saluran tersier diatur letaknya di kaki bukit dan memberikan air dari salah satu sisi. Saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari kedua sisi saluran kuarter yang mungkin mengalir ke bawah punggung medan. Saluran pembuang umumnya merupakan saluran pembuang alami yang letaknya cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alami biasanya akan dilengkapi sistem punggung medan dan sistem medan. Situasi dimana saluran irigasi harus melewati saluran pembuang sebaiknya harus dihindari.
  1. Medan sangat datar, kemiringan tanah 0,25%
Bentuk petak irigasi direncanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    • Bentuk petak sedapat mungkin sama lebar dan sama panjang karena bentuk yang memanjang harus dibuat saluran tersier yang panjang akan menyulitkan pemeriksaan pemberian air dan pemeliharaan juga menyebabkan banyaknya air yang hilang karena rembesan ke dalam tanah dan bocoran keluar saluran.
    • Petak yang panjang dengan saluran tersier ditengah-tengah petak tidak memberi cukup kesempatan pada air untuk meresap kedalam tanah karena jarak pengangkut yang terlalu pendek.
    • Tiap petak yang dibuat harus diberi batas nyata dan tegas agar tidak terjadi keraguan dalam pemberian air.
    • Tiap bidang tanah dalam petak harus mudah menerima dan membuang air yang sudah tidak berguna lagi.
    • Letak petak berdekatan dengan tempat-tempat pintu pengambilan. Maksudnya agar pemeriksaan pemberian air pada intake tersier mudah dijalani petugas.
Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak diairi karena berbagai alasan, misalnya :
                    Jenis tanah tidak cocok untuk pertanian
                    Elevasi tanah terlalu tinggi
                    Tidak ada petani penggarap
                    Tergenang air
Kecocokan tanah di seluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana secara optimal sehingga dapat diputuskan bentuk jaringan tersiernya. 

4.3.1. Keadaan Topografi
      Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang, diperlukan peta topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka tanah yang ada. Untuk masing-masing jaringan irigasi dan digunakan titik referensi dan elevasi yang sama.
      Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode terestris) atau dari foto udara (peta ortofoto). Peta-peta ini harus mencakup informasi yang berkenaan dengan :
  • Garis-garis kontur
  • Batas-batas petak sawah
  • Tata guna lahan
  • Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang ada beserta bangunannya
  • Batas-batas administratif (desa, kampung)
  • Rawa dan kuburan
  • Bangunan

Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan topografi :
Tabel. Definisi Medan untuk Topografi Makro
Kontur Medan
Kemiringan Medan
Skala
Interval
Sangat Datar
<0,25 %
1: 5000
0,25
Datar
0,25 - 1,0 %
1 : 5000
0,5
Bergelombang
1 - 2 %
1 : 2000
0,5
Terjal
>2 %
1 : 2000
1,0

Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di petak-petak sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.
Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out jaringan utama dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase saluran pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya. Untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat persyaratan teknis untuk Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.

4.3.2. Gambar-gambar Perencanaan Jaringan yang ada ( As Buildrowing)
Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran irigasi dan muka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar purbalaksanan (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.
Jika data-data ini tak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air rencana pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilaksanakan pengukuran.

4.4. Skema Sistem Jaringan Irigasi
Skema jaringan irigasi merupakan penyederhanaan dari tata letak jaringan irigasi yang menunjukkan letak bangunan irigasi yang penting. Skema jaringan irigasi mempertimbangkan hal sebagai berikut :
·         Saluarn primer, sekunder dan bangunan sadap menuju saluran tersier digambar terlebih dahulu dengan lambang sesuai ketentuan.
·         Tiap ruas saluran diantara saluran menunjukkan luas daerah yang diairi. Panjang saluran disesuaikan dengan panjang sesungguhnya dan kapasitasnya.
·         Tiap bangunan sadap diberi nama bangunan, luas, kapasitas bangunan serta saluran yang akan diari.
·         Lokasi dan nama pembendung air ditulis.
·         Arah aliran sungai ditunjukkan.
·         Ditulis juga nama bangunan pelengkap serta bangunan kontrol lainnya.

4.5. Petak Tersier Percontohan
Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian sehingga pengelolaan air dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang baik prlu diperhatikan hal sebagai berikut :
4.5.1. Petak Tersier Ideal
Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik sawahnya memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan pembuang.
Para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternaknya dari dan kesawah melalui jalan petani yang ada.

4.5.2. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter
Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-150 ha ( 500.000 m2 – 1.500.000 m2).. Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih tinggi karena :
·         Diperlukan titik pembagi yang lebih
·         Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang kecil
·         Lebih sedikit petani yang terlibat kerja sama lebih baik
·         Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman
·         Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa

Kriteria umum untuk pengembangan petak tersier :
Ukuran petak tersier                                                      : 50-150 hektar
Ukuran petak kuarter                                                     : 8-15 hektar
Panjang saluran tersier                                                  : 1500 meter
Panjang saluarn kuarter                                                 : 500 meter
Jarak antara saluran kuarter dan pembuang                  : 300 meter

4.5.3. Batas Petak
Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur sebaik mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan lebih baik.
Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan untuk membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang berdampingan sesuai dengan daerah desa masing-masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi serta pembuangan kuarter yang memotong kemiringan medan. Jika mungkin batas ini bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.

BAB V
PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

1.      Perencanaan Mercu Bendung
1)        Perencanaan Elevasi  Bendung
a)      Elevasi mercu bendung
      Diperoleh dari UWL Intake + angka toleransi ( 1,5 )
            Elevasi mercu bendung 11.5+ 1,5 =  13 m
b)      Tinggi mercu bendung
dari dasar lantai hulu   : direncanakan 5 meter
dari dasar lantai hilir   : direncanakan 6,5 meter
c)      Elevasi dasar bendung
      Hulu    : + 13,00 –  5   = + 8,00 m
      Hilir     : + 13,00 – 6,5 = + 6.5 m

2)        Panjang Mercu Bruto ( bb )
Untuk dapat menentukan panjang mercu bruto maka harus dilakukan perhitungan penentuan panjang mercu bendung. Panjang mercu bendung ditentukan 1,2 kali lebar sungai.
Adapun dalam hal ini panjang mercu bruto didapatkan dari gambar peta situasi sebesar 175 m.
         
3)        Lebar Lubang Pembilas
Lebar bangunan pembilas diambil sepersepuluh kali lebar sungai rata-rata. Adapun dalam hal ini, lebar lubang pembilas telah didapatkan dari gambar peta situasi sebesar 9 m.

Kesimpulan:
a)      Direncanakan 3 pembilas dengan lebar masing – masing 2,00 meter
b)      Pilar pembilas 2 buah dengan lebar masing – masing 1,50 meter

4)        Panjang Mercu Bendung Efektif ( be)
Panjang mercu bendung efektif dihitung dengan menggunakan rumus yakni sebagai berikut :
be  = bb – 2 ( n . kp + ka ) . He
dengan :
be   : panjang mercu bendung efektif ( m )
bb   : Panjang mercu bruto (dari perhitungan panjang mercu bendung)
n     : jumlah pilar pembilas ( m )
kp   : koef. kontraksi pilar ( 0,01 )
ka   : koef. kontraksi pangkal bendung ( 0,1 )
He  : tinggi energy
Jadi, perhitungan panjang mercu bendung efektif, yaitu :
be  = bb – 2 ( n . kp + ka ) . He
      = 175 – 2 ( 2 . 0,01 + 0,1 ) . He   
      = 175 – 0,204 . He           
Perhitungan panjang mercu bendung efektif dapat juga dilakukan dengan menggunakan cara lain yakni sebagai berikut :
be = Bb - 20% (∑b-∑t)
be = 175 – 20% ( 6 – 2 )
    = 174,4  m
dengan :
bb : Panjang mercu bruto
∑b : Jumlah lebar pembilas
∑t : Jumlah pilar-pilar pembilas

5)        Tinggi Muka Air Banjir di Udik Bendung
Direncanakan debit banjir ( Qd ) = 1659 m3/dt
Qd = C . be . He1,5

Diasumsikan   : He = Ha (lihat penjelasan di bawah)
Dimana :
Qd : debit banjir sungi rencana
C    : koef. debit pelimpah ( 2,19 )
Ha  : tinggi tekanan
                        :  be = 174,4  m
He =
=
= 2,662 m


Tinggi tekanan (deesain head) ditentukan dengan persamaan berikut :
He       = He – v2/2g
v2/2g    = 0 (diabaikan)
Ha       = 2.662 m

Kesimpulan :
Ø  Tinggi muka air banjir di udik bendung   = Ha = 2.662 m
Ø  Elevasi muka air banjir                             = Elevasi mercu bendung + Ha
                                                                 = 13,00 +  2.662
                                                                        = 15.662 m

5.1) Penentuan Nilai Jari-Jari Mercu Bendung
Nilai jari-jari mercu bendung ditentukan berdasarkan grafik hubungan antara tinggi muka air udik (ha) dan besarnya jari-jari (r) serta debit pengaturan lebar yang diterbitkan oleh DPMA.
Dari garfik tersebut, Ha=He = 2.662 m dan q=11,62 m3/detik/m’
diperoleh nilai r = 1.5
6)        Pemilihan Tipe Bentuk Pelimpah
Bentuk pelimpah direncanakan menggunakan tipe mercu bulat. Adapun hal ini disebabkan oleh beberapa factor berikut ini :
-       Bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaannya.
-       Mempunyai mercu yang besar sehingga lebih tahan terhadap benturan batu gelundung.
-       Tahan terhadap goresan atau abrasi karena diperkuat oleh pasangan batu candi atau beton.

2.    Desain Bangunan Intake
1)        Bentuk Intake
Intake di desain dengan lubang pengairan terbuka, dilengkapi dengan dinding banjir, arah Intake terhadap sumbu sungai di buat tegak lurus. Lantai intake tanpa kemiringan dengan elevasi lantai sama tinggi dengan elevasi plat undersluice.

2)        Dimensi lubang Intake
Dari tabel perhitungan maka dimensi diperoleh :
QIntake = 11,62 m3/dt
Dimensi lubang intake dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Q         = µ. b . a .
Dengan :
a   = tinggi bukaan (m)
b   = lebar bukaan (m)
z   = kehilangan tinggi energi pada bukaan (m)
µ   = koef. debit (antara 0,80-0,90)
g   = percepatan gravitasi

Perbandingan antara lebar bukaan dan tinggi bukaan dapat diambil dengan perbandingan sebagai berikut :
b : h     = 1:1 atau
b : h     = 1,5 : 1 atau
b : h     = 2 : 1

Selanjutnya, tinggi bukaan diasumsikan a=h1(dari table perhitungan) =1,496573719 dibulatkan menjadi 1,5 m. Dengan demikian, perhitungan dimensi lubang intake didapatkan :
Q         = µ . b . a .
11,62   = 0,85 . b . 1,5.
11,62   = 0.85 . b . 2,971
11,62   = 2,526 b
b          = 4.6 m ≈ 5 m
Diambil b = 5 m, dibuat 2 bukaan sehingga lebar pintu 2 x 2,50 m.
Kesimpulan :
Lebar bukaan pintu intake      = 2 x 2,50 m
Tinggi bukaan lubang intake   = 1,5 m
Lebar pilar                               = 1,5 m

3)        Pemeriksaan Diameter Sedimen Yang Masuk Ke Intake
Besarnya diameter partikel yang melewati intake sebanding dengan kecepatan aliran pada lubang intake. Untuk memperkirakan diameter partikel yang melewati intake, digunakan rumus :
V = 0,396 . {(Qs -1) d }1/2
Dengan :
V    : Kec. Aliran
Qs  : Berat jenis partikel ( 2,65 )
d    : diameter partikel

Kecepatan aliran yang mendekat ke intake dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :
Q = A x V
Dengan :
Q         = debit intake (m³/detik)
A         = luas penampang basah (m²)
V         = kecepatan aliran (m/s)
A (luas penampang basah)
= (2 x 2,5) x 1,5 m
= 7,5 m²
    = 6,5 m2
V =                                                         
V = 11,62 / 7,50
V = 1,549 m3/dt


Dengan demikian dimensi partikel :
V       = 0,396 . {(Qs -1) d }1/2
1,549 = 0,396 . {(2,65 -1) d }1/2
d = 9.2735 mm
Diameter partikel yang melewati intake diperkirakan 9.2735 mm atau dibulatkan menjadi 9 mm.


3.     Desain Bengunan Peredam Energi
a.       Pemilihan tipe
Jenis sungai di daerah ini yakni sungai alluvial dengan angkutan sedimen dominan fraksi pasir dan kerikil. Adapun direncanakan tinggi mercu bendung lebih dari 4 m sehingga terjadi perbedaan elevasi dasar udik lebih tinggi dari dasar sungai. Berdasarkan dua alasan tersebut maka tipe peredam yang cocok adalah tipe MDO.
Dalam penggunaan tipe ini ditentukan bentuk mercu bendung bulat dengan satu jari-jari pembulatan, bidang miring tubuh bendung bagian hilir permukaannya bentuk miring dengan perbandingan 1:1.

b.      Grafik dan Rumus
Dalam mendesain dimensi peredam energy tipe MDO ini digunakan grafik-grafik yang diterbitkan oleh DPMA. Grafik-grafik tersebut yaitu grafik untuk menentukan dimensi peredam energy tipe MDO yakni seperti berikut :
-          Grafik untuk penentuan kedalaman lantai peredam energy
-          Grafik untuk penentuan panjang lantai peredam energi
-          Parameter energy dihitung dengan rumus sebagai berikut:
-          Kedalaman lantai peredam energy dihitung dengan rumus :
 diperoleh dari grafik.

-          Panjang lantai peredam energy dihitung dengan rumus :
 diperoleh dari grafik.

-          Tinggi ambang akhir dihitung dengan rumus :
a= (0,3x D2)


-          Lebar ambang akhir dihitung dengan rumus :
b= 2 x a
Keterangan :
E = parameter energy
Q = debit desain persatuan lebar pelimpah bendung m³/dt/m
z = perbedaan tinggi muka air udik dan hilir, m
g = percepatan grafitasi m/dt²
Ds = kedalaman lantai akhir, m
a = tinggi ambang akhir, m
D2 = kedalaman air di hilir, m

c.       Desain dimensi peredam energy
Debit desain persatuan lebar

    
  = 9,513 m³/dt/m’
z = 1,5 m
g = 9,81 m/dt²

kedalaman air di hilir : D2 = Y
Q = C x L x Y3/2
Q = 1659 m3/dt
C = 1,7
L = Bentang sungai rata-rata diambil 146 m


             = 3,55 m



Parameter energy

    =
   = 1,653

Panjang lantai peredam energy:
L/D2 = 1,87 ; L/D2 diambil dari grafik MDO
L = 1,87 x 14,6 = 26,645 m = 27.302 m

Kedalaman lantai peredam energy :
D/D2 = 1,5 ; D/D2 diperoleh dari grafik MDO
D = 1,5 x 3,55
    = 5,325 = 5 m

Tinggi ambang akhir
A = 0,3 x 3,55
    = 1,065 ≈ 1,1 m

Lebar ambang akhir
B = 2 x a
   = 2 x 1,1
   = 2,2 m




4.      Perencanaan Dimensi Hidrolik Bangunan Pembilas
Bangunan pembilas direncanakan menggunakan underslice lurus dengan meletakkan bangunan di sisi tubuh bendung dekat tembok pangkal. Adapun mulut undersluice mengarah ke udik bukan ke arah samping dan pilar pembilas berfungsi sebagai tembok penangkal. Lantai intake tanpa kemiringan dengan elevasi lantai sama tinggi dengan elevasi plat undersluice

Dimensi lubang underslice
Pembilas dibuat 3 buah masing-masing 2,00 m. lebar pilar pembilas ditetapkan 2 buah dengan lebar msing-masing pilar 1,50 m.

·      lebar lubang            = 2,50 m
·      tinggi lubang          = direncanakan 1,5 m
·      lebar pilar               = 1,5 m
·      undersluice dibagi 2 bagian

5.        Perhitungan Bangunan Ukur Pada Intake
Tipe bangunan ukur pada intake yang digunakan adalah jenis Crum de Gruyter sebab debit intake yang dihasilkan sangat besar yakni Qintake = 11.62 m3/detik. Bangunan ukur berfungsi mengukur besarnya debit ke saluran. Diletakkan agak jauh di hilir pintu intake. Besarnya aliran diketahui dengan membaca tinggi muka air di pelskal. Adapun perhitungan yang dilakukan seperti tertera di bawah ini:
Dengan:
Q         : debit intake = 11.62 m3/detik
Cd           : koefisien debit diambil 0,94
B         : lebar bukaan pintu
Y         : bukaan pintu
H         : tinggi energi total di atas ambang di udik pintu
           
           


= 7.3 m ≈ 7 m
Pintu dibuat dengan tiga lebar bukaan masing-masing 2,3 m.
Anggapan  = γ = 3
 = 0,495                        diperoleh dari grafik
 = 0,140                    diperoleh dari grafik

Jadi Δh = 0,495 x tinggi bukaan lubang intake
                     = 0,495 x 1,5
                     = 0,7425 m ≈ 0,75 m
Bukaan tinggi minimum (Ymin)
Ymin     = 0,140 x 1,5
                     = 0,21 m
Bukaan tinggi maksimum (Ymax)
Ymax     = 0,63 x 1,5
              = 0,945 m ≈ 0,94 m


6.      Perhitungan Panjang Lantai Udik
Rumus yang digunakan berdasarkan teori Lane’s :
L =  L+ 1/3 LH

Dimana :
L     = panjang total rayapan
LV   = panjang vertikal rayapan
LH    = panjang horisontal rayapan
Dalam desain ini diambil nilai :
4
Dimana :
L   = Panjang rayapan
∆H = kehilangan tekanan

Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan kondisi tidak ada aliran dari udik sehingga Q=0. Jadi ∆H = elevasi mercu – elevasi lantai olakan =19 – 24,824 = 10 m
Panjang rayapan seharusnya:
Lb >  4 x ∆H = 4 x 10 40 m
Tabel. Koefisien Tanah
Pasir agregat halus atau lanau
8,5
Pasir halus
7,5
Pasir sedang
6,0
Pasir kasar
5,0
Kerikil halus
4,0
Kerikil sedang
3,5
Kerikil besar termasuk berangkal
3,0
Bongkah dengan sedikit brongkal + kerikil
2,5
Lempung lunak
3,0
Lempung sedang
2,0
Lempung keras
1,8
Lempung sangat keras
1,6







Tabel. Panjang Rembesan
Berdasarkan tabel di  atas diperoleh:
Lv = 45,06 m
Lh = 44,88 m
Lp = Lv + 1/3 LH
Lp = 45,06 + 14,8104  = 59,8704 m
Adapun Lb yang dibutuhkan = 40 m Lp hasil perhitungan = 59,8704  m
Lp = 59,8704  > Lb = 40 OK
Panjang lantai udik cukup memadai.


BAB VI
ANALISIS  STABILITAS  PELIMPAH

6.1        Tebal Lantai
Tebal lantai saluran samping, transisi, peluncur, dan peredam energi direncanakan agar dapat menahan gaya angkat (uplift). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
UPx = Hx -
Dengan :
dx        = tebal lantai pada titik yang ditinjau (m)
Fs        = factor keamanan
Upx            = gaya angkat di titik x (t.m-3)
Wx         = kedalaman air pada titik x (m)
γb            = berat jenis konstruksi (t.m-3)
Hx          = tinggi energi di hulu sampai titik x (m)
H         = beda tinggi energi hulu sampai hilir (m)
L          = panjang rayapan total (m)
Lx           = panjang rayapan dari titik yang ditinjau (m


6.8        Analisis Pembebanan
Dalam perhitungan pembebanan ditinjau dari gaya-gaya yang bekerja pada pelimpah, gaya tersebut adalah:
1.    Gaya tekanan hidrostatis air di hulu pelimpah
2.    Gaya tekanan hidrodiamis air I hulu pelimpah
3.    Gaya akibat tekanan air di hilir pelimpah
4.    Gaya akibat berat pelimpah
5.    Gaya akibat tanah di samping
6.    Gaya akibat gempa

TabelFaktor Bentuk Pondasi
Faktor
 bentuk
Bentuk pondasi
Menerus
Bujursangkar
Persegi
Lingkaran
α
1,0
1,5
1,0 + 03B/L
1,3
β
0,5
0,4
0,5 + 0,1B/L
0,3
        (Sumber: Sosrodarsono, 1981:33)

Tabel.  Koefisien Daya Dukung dari OHSAKI
θ
Nc
Nq
5,3
0
1,0
5,3
0
1,4
10°
5,3
0
1,9
15°
5,5
1,2
2,7
20°
7,9
2,0
3,9
25°
9,9
3,3
5,6
28°
11,5
4,4
7,1
32°
20,9
10,6
14,1
36°
42,2
30,5
31,6
40°
95,7
115,7
81,3
45°
172,3
325,8
173,3
50°
347,5
1073,4
415,1
     (Sumber: Sosrodarsono, 1981:33)


6.9 Gaya Akibat Tekanan Air
1.      Tekanan Hidrostatis
        
dengan:
Pw       = tekanan air statis (t.m-2)
H1          = tinggi muka air di atas pelimpah (m)
H2        = tinggi muka air di hulu pelimpah (m)
γw         = berat jenis air (t.m-3)

2.      Tekanan Hidrodinamis
          
                             
dengan:
Pd   = tekanan air dinamis (ton)
kH  = koefisien gempa
Z     = perbandingan H1/H2
Y    = jarak terhadap pusat tekanan (m)

3.      Berat Air
                                         
dengan:
V    = volume air (m3)
γ w    = berat jenis air (t.m-3)


6.9.1 Berat Sendiri Bangunan

dengan:
Wtotal    = berat total konstruksi (ton)
W        = berat konstruksi tiap bagian (ton)
V         = volume konstruksi tipa bagian (m3)
γb        = berat jenis konstruksi (t.m-3)




                                                                      BAB VII.
ANALISIS STABILITAS KONSTRUKSI

7.1. Stabilitas
Suatu konstruksi harus mempunyai kedudukan yang stabil dalam segala keadaan yang mungkin menimpanya. Disamping itu tanah tempat suatu konstruksi didirikan haruslah cukup kuat untuk menahan beban konstruksi dan pengaruh-pengaruh luar lainnya.
Oleh karena itu, dalam perencanaan bangunan pelimpah ini, perlu dilakukan kontrol-kontrol stabilitas yang meliputi :
-          Stabilitas terhadap guling.
-          Stabilitas terhadap geser.
-          Stabilitas terhadapdaya dukung tanah.
Kondisi pembebanan dalam perencanaan ini ditinjau terhadap 3 keadaan, yang merupakan keadaan yang paling kritis terhadap keamanan bangunan. Keadaan tersebut adalah (Soedibyo, 1993:123) :
1.      Kondisi pada akhir konstruksi.
2.      Kondisi pada muka air waduk normal dan gempa.
3.      kondisi pada muka air banjir dan gempa.

7.2. Perhitungan Gaya-Gaya Yang Bekerja
7.2.1. Perhitungan Tekanan Tanah
Perhitungan tekanan tanah pada tubuh pelimpah didasarkan
Berat air diatas tubuh pelimpah
-           W12        = 4,89 tm-1
-           W13        = 5,66 tm-1
-           W14        = 3,66 tm-1
-           W15      = 0,73 tm-1
-           W16      = 16,06 tm-1
-           W17      = 22,35 tm-1


7.2.2. Perhitungan Gaya Angkat (uplift)
            Rayapan air yang melewati pondasi mempunyai tekanan ke atas yang bekerja pada dasar struktur. Besarnya gaya angkat dihitung berdasarkan persamaan, yaitu :



Pada rumus Rankine, yaitu :
Ka       = tan2 (45°-q/2)
            =0,31
Diketahui Φ = 320 (untuk tipe tanah pasir bulat, ”Mekanika Tanah Jilid 2”: Braja M. Das; hal 5), maka :
Pa         =
            = ½ . 0,31. 1,87 . 5.28 2 . 1 = 8,08 t
Pp         =
            = ½ . 0.31. 1,87 . 4,5 2 . 1 = 5.87 t

7.2.3. Perhitungan Tekanan Air
            Keadaan air di hulu pelimpah akan menimbulkan gaya hidrolis pada hulu dinding ambang pelimpah. Gayanya bekerja ke arah vertikal dan horizontal. Gaya vertikal adalah berat sendiri air, sedangkan gaya horizontal adalah tekanan air statis dan dinamis.
a.       Kondisi muka air normal
-          Tekanan air statis
Pw        = ½ . γw . H2
            ½ . 1 . 5 2
            = 12.5 tm-2
-          Tekanan air dinamis
      Pd         = 7/12 . 1 . 0,1 . 5 2 . (1-01.5)
                  = 1,46 tm-2

b.      Kondisi muka air banjir
-          Tekanan air statis
        Pw     = ½ x ((gw x H­22)-( gw x H12))           
                  = ½ x (( 1 x 7,62) - (1 x 2,62)
                  = 25.5 tm-2


-          Tekanan air dinamis
               Pd      = 7/12 . 1 . 0,15 . 7,62 . (1 – 0,34) 1,5  = 2.71 tm-2

7.2.4. Perhitungan gaya angkat pada masing-masing titik adalah :

Notasi
Hx (m)
Upx (tm^-1)
Ket
NWL
FWL
NWL
FWL
La =
0
5
7.60
5.00
7.60

Lb =
1
6.00
8.60
5.78
8.38

Lc =
1,32
6.00
8.60
5.49
8.09
NWL + 13,03
Ld =
5,28
11.28
13.88
9.61
12.21
∆H = 6,5
Le =
0,66
11.28
13.88
9.47
12.07

Lf  =
2,5
8.78
11.38
6.42
9.02
FWL + 15,63
Lg =
0,785
8.78
11.38
6.25
8.85
∆H = 6,5
Lh =
4
12.78
15.38
9.37
11.97

Li  =
2
12.78
15.38
9.22
11.82

Lj  =
4,5
8.28
10.88
3.73
6.33

Lk =
5,627
8.28
10.88
2.50
5.10

Ll =
0,5
8,78
11.38
2.89
5.49

Lm =
0,495
8,78
11.38
2.78
5.38

Ln =
2,28
5,65
8.25
2.85
5.80






BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Dari perincian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam tugas besar ini, selain merencanakan kebutuhan air irigasi kami juga merencanakan jaringan irigasi serta bangunan utama irigasi dan komponen pelengkapnya.
1.      Kebutuhan air untuk irigasi
Berdasarkan perhitungan dengan pola tata tanam diperoleh kebutuhan air irigasi maksimum sebesar 1,655 lt/dt/ha yang terjadi pada bulan Mei minggu ke-2.
2.      Perencanaan Bangunan Utama
Pada perencanaan ini hanya merencanakan bendung utamanya saja. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
a.       Perencanaan mercu bendung
Mercu bendung menggunakan tipe bulat yang memiliki banyak keuntungan yang diantaranya adalah kesederhanaan dan tahan terhadap benturan, goresan dan abrasi.
b.      Desain bangunan intake
·         Diambil b                5,8 m
·         Jumlah bukaan        5
·         Lebar bukaan          = 1,93 m
·         Tinggi bukaan         = 1,12 m
·         Jumlah pilar             4 buah
c.       Desain bangunan peredam energi
·         Panjang kolam olakan                                             = 19 m
·         Tinggi, lebar dan selang blok-blok kolom olakan   = 1,88 m
·         Lebar gerigi maksimum                                          = 0,94 m
·         Jarak antar gerigi                                                     = 2,35 m
d.      Desain hidrolik bangunan pembilas
·         Lebar lubang           = 2 m
·         Tinggi lubang          = 1,5 m
·         Lebar pilar               = 1,5 m
e.       Panjang lantai udik
·         Panjang rayapan seharusnya 26 m
·         Tetapi menurut perhitungan Lp = 29,607 m sehingga panjang lantai udik cukup memadai.
3.      Stabilitas konstruksi
a.       Kontrol kondisi muka air normal tanpa gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
b.      Kontrol kondisi muka air normal dan gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
c.       Kontrol kondisi muka air banjir tanpa gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.
d.      Kontrol kondisi muka air banjir dengan gempa
Stabilitas terhadap guling, geser dan terhadap gaya dukung aman.

7.2. Saran
  1. Karena waktu yang diberikan dalam pengerjakaan tugas irigasi dan bangunan air sangat terbatas maka diharapkan tugas dapat terselesaikan tepat waktu.
  2. Untuk menjadi perencana jaringan irigasi yang baik, seseorang harus benar-benar menguasai ilmu yang berhubungan erat dengan irigasi.
  3. Selain itu juga perlu dikembangkan dalam mengembangkan diri dengan membaca literatur yang ada dengan harapan bahwa perkembangan baru dalam bidang irigasi akan cepat didapatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar