Kamis, 15 November 2018

PELAKSANAAN JASA KONTRUKSI BAGIAN 1


BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor strategis dalam mendukung tercapainya pembangunan nasional. Posisi strategis tersebut dapat dilihat dari adanya keterkaitan dengan sektor lain. Jasa konstruksi sesungguhnya merupakan bagian penting dari terbentuknya produk konstruksi, karena jasa konstruksi menjadi arena pertemuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Pada wilayah penyedia jasa juga bertemu sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan sektor konstruksi seperti pelaku usaha, pekerjanya dan rantai pasok yang menentukan keberhasilan dari proses penyediaan layanan jasa konstruksi, yang menggerakkan pertumbuhan sosial ekonomi.

Oleh karena itu, pengembangan jasa konstruksi menjadi agenda publik yang penting dan strategis bila melihat perkembangan yang terjadi secara cepat dalam konteks globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangan, demokratisasi dan otonomi daerah, serta kerusakan dan bencana alam. Selain itu, perkembangan jasa konstruksi juga tidak bisa dilepaskan dari konteks proses transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi yang sedang terjadi. Saat ini pengembangan jasa konstruksi dihadapkan pada masalah domestik berupa dinamika penguatan masyarakat sipil sebagai bagian dari proses transisi demokrasi di tingkat daerah dan nasional serta berkembangnya beragam model transaksi dan hubungan antara penyedia dengan pengguna jasa konstruksi dalam lingkup pemerintah dan swasta.

Sejumlah tantangan tersebut membutuhkan upaya penataan dan penguatan kembali pengaturan kelembagaan dan pengelolaan sektor jasa konstruksi, untuk menjamin sektor konstruksi Indonesia dapat tumbuh, berkembang, memiliki nilai tambah yang meningkat secara berkelanjutan, profesionalisme dan daya saing. Salah satu upaya tersebut ditempuh dengan mengevaluasi pelaksanaan dan perbaikan terhadap Undang-

1


Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (untuk selanjutnya disebut “Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi”) yang telah berlaku selama 15 (lima belas) tahun. Evaluasi dan perbaikan tersebut ditujukan untuk menjawab sejumlah persoalan saat ini dan ke depan.

Pada prinsipnya, Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi mengatur jenis, bentuk, dan bidang usaha jasa konstruksi, pengikatan kontrak, tanggungjawab penyedia dan pengguna jasa, penataan partisipasi masyarakat jasa konstruksi, kegagalan bangunan, peran masyarakat jasa konstruksi, pembinaan, penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana.

Secara kontekstual akibat perubahan yang terjadi di tingkat masyarakat dan iklim usaha, beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi perlu memperhatikan perkembangan usaha jasa konstuksi di tingkat global. Salah satunya terkait dengan aspek pembagian bidang usaha, dimana Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi membagi bidang usaha ke dalam Arsitek, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, dan Tata Lingkungan (ASMET). Pada tingkat global sesuai dengan standar Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) usaha jasa konstruksi dibagi berdasarkan Central Product Classification (CPC). CPC menganut bidang usaha berdasarkan produk bukan ilmu yang dikembangkan di perguruan tinggi yang lebih cocok untuk pembagian dunia profesi.

Selain itu, Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi belum menyentuh kenyataan bahwa jenis pekerjaan atau usaha jasa konstruksi bukan hanya perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan, tetapi sudah berkembang berdasarkan product life cycle. Hal tersebut bukan hanya sekedar konsep tetapi sudah berkembang menjadi realitas dari pasar konstruksi.

Dari sisi penataan kelembagaan pengembangan jasa konstruksi yang menempatkan proses sertifikasi sebagai instrumen mengontrol kualitas pelayanan penyedia jasa konstruksi memerlukan penyesuaian terkait dengan aspek pengembangan prosedur, terutama dalam memperjelas kualitas akuntabilitas dan pembagian peran diantara para pemangku kepentingan di jasa konstruksi. Prosedur yang perlu ditata kembali terkait dengan prosedur registrasi, sertifikasi ataupun akreditasi yang mulai

2


banyak dipertanyakan fungsinya dalam pengembangan usaha jasa konstruksi.
Peningkatan jumlah peristiwa kegagalan bangunan atau konstruksi akhir-akhir ini baik diakibatkan oleh kesalahan proses maupun keadaan di luar kekuasaan manusia antara lain bencana alam, menyisakan persoalan terkait dengan kualitas dan tanggung jawab penyedia dan penggunanya. Aspek ini perlu dipertegas terkait dengan tanggung jawab, serta proses pengawasan dan penilaian, pada saat proses penyelenggaraan konstruksi berlangsung ataupun saat ditemukan atau terjadi kegagalan konstruksi atau bangunan baik yang berakibat pidana maupun tidak. Aspek ini pengaturannya harus memberikan jaminan kepastian hukum.

Dari sisi eksternal saat pembentukan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi, tekanan liberalisasi perdagangan mempengaruhi aspek pengaturan terhadap pelaku jasa konstruksi asing. Hal tersebut terlihat dari belum cukupnya aturan yang mengatur mengenai keberadaan perusahaan konstruksi dan tenaga kerja asing yang mengerjakan pekerjaan konstruksi di Indonesia. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bersama untuk menata kembali tata niaga jasa konstruksi, terutama pengaturan mengenai pasar yang bisa diakses oleh pelaku jasa konstruksi asing serta tenaga kerja yang terlibat.

Aspek penting lainnya dari pengembangan jasa konstruksi yang belum cukup ditekankan dalam Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini adalah keberadaan pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, dan penjaminan akuntabilitas publik karena produk konstruksi sebagian besar terkait langsung dengan kepentingan publik.

Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Meskipun dalam daftar Prolegnas Rancangan Undang-Undang (RUU) prioritas Tahun 2012 dengan judul RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, namun dari sisi perancangan peraturan perundang-undangan, perubahan Undang-Undang ini cenderung ke arah penggantian. Hal ini dengan mempertimbangkan besarnya substansi perubahan yang terjadi serta sudah tidak sesuainya

3


Undang-undang tentang Jasa Konstruksi yang lama dengan tata cara perancangan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 angka 237 disebutkan bahwa: ”Jika suatu Peraturan Perundang-undangan mengakibatkan:

a.    sistematika Peraturan Perundang-undangan berubah;

b.    materi Peraturan Perundang-undangan berubah lebih dari 50% (lima puluh persen); atau
c.    esensinya berubah,

Peraturan Perundang-undangan yang diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru mengenai masalah tersebut.”

Berdasarkan ketentuan tersebut maka penyusunan RUU perubahan ini diarahkan guna menggantikan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi yang lama dengan format undang-undang baru sebagai pengganti undang-undang lama.

B. Identifikasi Masalah

Pengaturan jasa konstruksi selama lebih dari kurun waktu 15 (lima belas) tahun belum sepenuhnya berjalan dengan baik dalam pembangunan sektor konstruksi yang kokoh, terutama dalam menghadapi persaingan global. Hal tersebut dapat dilihat dari persoalan yang muncul akibat dari implementasi Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini. Pertama, pemahaman yang belum sama di antara para pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap konsepsi demokratisasi industri konstruksi. Kedua, interpretasi yang berbeda terhadap peran pemerintah, peran masyarakat dalam bentuk lembaga pengembangan jasa konstruksi dan forum jasa konstruksi (seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi/LPJK dan Forum Jasa Konstruksi Nasional/FJKN) dan peran institusi masyarakat (asosiasi, badan sertifikasi, institusi diklat). Ketiga, rumusan yang kurang

efektif            mengenai             ketentuan              bidang/sub-bidang                  usaha,

4


klasifikasi/kualifikasi badan usaha dan tenaga kerja. Keempat, kewenangan dan proses akreditasi dan sertifikasi yang diwarnai oleh konflik kepentingan.

Berpijak pada latar belakang tersebut maka beberapa permasalahan yang akan dimuat dalam Naskah Akademik ini adalah:
1.     Apa yang menjadi isu pokok perlu diubahnya Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi?
2.     Apa sajakah ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Jasa Konstruksi dan sejauh mana ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dapat menyelesaikan permasalahan yang menjadi isu pokok perubahan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi?

3.     Apa yang menjadi landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis perubahan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi?
4.     Bagaimanakah jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi?

C.   Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka

tujuan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai berikut:

1.      Menganalisis permasalahan yang menjadi isu pokok perlu diubahnya Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi.
2.      Menguraikan dan menganalisis ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Jasa Konstruksi.
3.      Menguraikan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan RUU tentang Jasa Konstruksi.
4.      Merumuskan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi

muatan RUU tentang Jasa Konstruksi.

Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai acuan atau referensi dalam menyusun dan membahas RUU tentang Jasa Konstruksi yang akan menjadi salah satu RUU dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019. Perubahan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini akan menjadi landasan hukum yang mampu menjawab

5


tantangan pengelolaan dan pengembangan jasa konstruksi dan kelembagaannya.
D. Metode Penelitian


1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan sifat penelitian deskriptif. Penelitian yuridis normatif merupakan suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan meneliti data sekunder (Soemitro, 1983). Penelitian dilakukan dengan meneliti ketentuan-ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan dan literatur terkait.


2. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data

Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder. Data sekunder yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah atau negara, meliputi antara lain, peraturan perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang isinya membahas bahan hukum primer, seperti: buku-buku, artikel, laporan penelitian, dan berbagai karya tulis ilmiah lainnya, termasuk yang dapat diakses melalui internet. Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus, buku pegangan, almanak dan sebagainya, yang semuanya dapat disebut bahan referensi atau bahan acuan atau rujukan (Ashshofa, 1998).

Untuk mendukung data sekunder, dilakukan wawancara dengan menggunakan panduan wawancara, dengan beberapa narasumber dan stakeholders yang terkait dengan jasa konstruksi.


3. Teknik Penyajian dan Analisis Data

Hasil penelitian dijabarkan secara deskriptif analitis dan preskriptif. Analitis deskriptif, yaitu mendeskripsikan fakta-fakta yang ada, kemudian dilakukan analisis berdasarkan hukum positif maupun teori-teori yang ada. Analisis deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada. Pelaksanaan metode deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai

6


pada tahap pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data itu sendiri (Soejono dan Abdurrahman, 2003). Sedangkan sifat preskriptif, bahwa penelitian mengemukakan rumusan regulasi yang diharapkan untuk menjadi alternatif penyempurnaan norma-norma serta sistem pengaturannya di masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar